Translate

Wednesday, July 31, 2013

BUDIDAYA CABAI PADA MUSIM PENGHUJAN











Dari bulan November sampai dengan April, sebagian besar petani cabai di Brebes akan beralih ke komoditas padi. Sebab lahan pertanian di sana  akan tergenang air. Bahkan tidak jarang areal pertanian itu terlanda banjir. Petani Brebes yang pada musim penghujan tetap bertahan menanam cabai, jumlahnya hanya sedikit. Sebaliknya, pada bulan-bulan November sampai dengan April, para petani lahan kering di pegunungan, justru akan menanam cabai. Mereka adalah petani tradisional yang hasil produksinya rendah, atau petani modern yang menggunakan benih unggul dan mulsa plastik hitam perak. Tingkat kegagalan petani cabai  tradisional maupun modern di dataran tinggi ini relatif besar. Penyebab utamanya adalah, kondisi cuaca musim penghujan, yang memang tidak ramah terhadap komoditas cabai.
Kegagalan petani tradisional, kebanyakan disebabkan oleh rendahnya kualitas benih. Biasanya mereka menggunakan benih buatan sendiri, yang mutunya tidak sebaik benih impor. Faktor lain yang menyebabkan kegagalan petani tradisional adalah, kecilnya tingkat modal. Rata-rata petani tradisional hanya mengeluarkan modal di bawah Rp 5.000.000,- per hektar untuk satu musim tanam. Hingga input pupuk serta pestisida yang mereka berikan ke tanaman juga sangat kecil. Akibatnya, tanaman akan mudah terserang hama dan penyakit, terutama fusarium dan pseudomonas. Kelebihan para petani tradisional ini adalah, lahan yang mereka gunakan untuk bertanam cabai, umumnya masih terbebas dari cemaran cendawan fusarium dan bakteri pseudomonas.
Meskipun para petani cabai modern mampu menanamkan modal antara Rp 40.000.000,- sampai Rp 50.000.000,- per hektar per musim tanam, namun tingkat kegagalan mereka juga masih tinggi. Penyebab kegagalan mereka antara lain adalah, lahan yang mereka gunakan untuk bertanam cabai, umumnya berada di sekitar jalan raya. Lahan dengan lokasi demikian, kebanyakan sudah tercemar cendawan fusarium dan bakteri pseudomonas. Modal mereka yang relatif tinggi, di lain pihak juga menuntut hasil yang tinggi pula. Pada musim penghujan, umumnya intensitas sinar matahari tidak sebaik pada musim kemarau. Hingga hasil yang diperoleh dari budidaya cabai pada musim penghujan, pasti tidak akan setinggi hasil dari penanaman pada musim kemarau.
Teknik budidaya para petani cabai modern umumnya sudah sesuai dengan standar agribisnis internasional. Mereka menggunakan benih impor, terutama dari Know You Seed, Taiwan. Benih unggul ini menuntut penggunakan mulsa plastik hitam perak yang juga diproduksi oleh pengusaha Taiwan. Petani cabai kita tidak pernah tahu, bahwa mulsa plastik hanya digunakan pada budidaya cabai musim kemarau, dengan teknik pengairan genangan maupun drip. Kalau teknik pengairannya dengan penyiraman, maka mulsa plastik justru akan menjadi penghambat budidaya. Demikian pula halnya pada budidaya musim penghujan, mulsa plastik yang berguna untuk mempertahankan kelembapan tanah (selain untuk mencegah tumbuhnya gulma), juga akan tidak berfungsi. Sebab pada musim penghujan, tanah sudah sangat lembap.
Tingkat kegagalan budidaya cabai pada musim penghujan yang tinggi ini, jelas akan memicu tingginya harga cabai pada musim penghujan pula. Hingga rata-rata harga cabai  antara bulan Desember sampai dengan Maret akan selalu lebih tinggi dibanding harga rata-rata antara bulan Juli sampai dengan Oktober. Itulah sebabnya apabila budidaya cabai pada musim penghujan mampu menghasilkan produksi normal, maka keuntungan yang akan diraih petani, lebih tinggi daripada budidaya pada musim kemarau. Normalnya, hasil cabai pada petani tradisional adalah 6 ons per tanaman per musim tanam (selama periode panen sekitar 3 bulan). Pada pertanian modern 1 kg. per tanaman per musim tanam. Kalau hasil ini bisa diraih, maka keuntungan petani akan cukup baik.
Namun budidaya cabai pada musim penghujan juga menuntut biaya yang tinggi pula. Petani tradisional maupun modern, harus mengeluarkan biaya ekstra untuk pembelian pestisida. Terutama fungisida dan bekterisida guna menanggulangi fusarium dan pseudomonas. Intensitas penyemprotan ini pada puncak musim penghujan akan sedemikian tingginya. Apabila pagi hari sekitar pukul tujuh hujan, maka pukul sembilan harus disemprot. Kalau kemudian pada pukul sebelas kembali hujan, setelah hujan reda harus disemprot kembali. Misalnya pukul dua siang kembali hujan, maka pukul empat sore harus kembali disemprot. Andaikata hujan demikian terjadi terus-menerus selama sekitar satu minggu, maka petani akan bangkrut karena biaya pestisida tidak mungkin tertanggulangi lagi dari hasil panen. Namun sebaliknya kalau tanaman tidak disemprot juga akan mati terserang penyakit.
Petani, baik petani tradisional maupun modern, menyiasati kondisi demikian dengan menaungi bedeng tanaman mereka dengan plastik bening. Caranya, mereka membuat kerangka bambu berbentuk melengkung dan memanjang sepanjang bedengan cabai. Di atas kerangka bambu itu dipasang plastik bening. Harga plastik bening demikian (lebar 1,5 m sd 2,5 m), antara Rp 1.000,- sd. Rp 15.000,- per meter tergantung kualitasnya. Petani yang rajin, akan membuat konstruksi bambu dan tudung plastik ini bisa dibuka dan ditutup. Hingga apabila hujan turun dan juga pada malam hari, tudung plastik akan ditutupkan. Sebaliknya pada siang hari ketika panas, plastik dibuka. Hal demikian juga dilakukan oleh para petani Taiwan untuk tanaman cabai dan melon. Biaya plastik dan kerangka bambu ini masih bisa tertanggulangi oleh hasil panen.
Para petani tradisional, biasanya akan memilih plastik dengan harga termurah, yakni Rp 1.000,- per m. yang diperkirakan akan mempu menaungi antara 4 sd. 6 individu tanaman. Ditambah dengan biaya bambu dan tenaga kerja, biaya naungan per meternya akan mencapai Rp 1.200,- Kalau biaya ini dibagi untuk empat tanaman, maka jatuhnya per tanaman Rp 300,- Kalau dibagi untuk 6 tanaman, maka jatuhnya hanya Rp 200,- Biaya ini masih bisa ditutup oleh hasil panen. Sebab dengan adanya tudung plastik, maka biaya pestisida bisa diminimalkan. Meskipun hujan turun terus sepanjang hari selama satu minggu, tanaman cukup disemprot sekali guna membebaskannya dari fusarium dan pseudomonas. Para petani modern yang biasa menggunakan mulsa plastik hitam perak, tinggal mengalihkan biaya mulsanya menjadi biaya untuk tudung. Hingga praktis para petani modern tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan. Sebab biaya untuk konstruksi bambu, bisa diambil dari selisih harga antara plastik bening yang murah, dengan mulsa hitam perak yang relatif mahal.
Selain penggunaan plastik bening sebagai tudung bedeng penanaman, budidaya cabai pada musim penghujan juga masih perlu memperhatikan beberapa hal. Pertama, sebaiknya kita memilih jenis cabai yang relatif tahan terhadap kelembapan udara. Jenis cabai keriting misalnya, relatif lebih tahan kelembapan dibanding dengan cabai merah besar. Lokasi penanaman juga harus dipilih yang belum tercemar oleh fusarium dan pseudomonas. Sebagai pedoman, petani harus tahu betul bahwa petak lahan tersebut selama paling tidak dua tahun terakhir, tidak ditanami cabai, terung, tomat, kentang dll. tanaman sejenis, yang kemungkinan bisa menjadi sumber penyakit fusarium maupun pseudomonas. Lahan juga berdrainase cukup baik. Seandainya lahan terletak di lokasi yang berlereng, juga tetap perlu dibangun terasering dan saluran air untuk menghindari genangan. Lahan yang bernaungan rumpun pisang, albisia atau tanaman keras lainnya sebaiknya dihindarkan.  Sebab naungan itu akan meningkatkan kelembapan udara yang potensial memicu datangnya penyakit.
Meskipun harga cabai pada musim penghujan bisa relatif lebih tinggi dibanding pada musim kemarau, namun pasokan yang berlebihan juga akan tetap menjatuhkan harga. Hingga strategi penanaman perlu dilakukan. Kalau lahan yang akan ditanami cabai pada musim penghujan ini mencapai luasan di atas dua hektare, maka penanaman tidak bisa dilakukan sekaligus. Secara bertahap lahan dibuka dan ditanami 2.000 meter per angkatan setiap minggu. Hingga panen tidak akan terjadi serentak. Meskipun periode panen cabai dari tanaman yang seumur pun, akan terjadi secara bertahap selama sekitar tiga bulan. Namun dengan pentahapan pola tanam demikian, saat mulai dan akhir panen bisa diatur hingga hasilnya tidak melimpah di pasaran. Kalau pada awal November kita membuka lahan seluas 2.000 m, kemudian disusul pada minggu berikutnya 2.000 m, maka lahan dua hektare itu akan habis tertanami pada  pertengahan Januari. Areal penanaman Januari ini akan habis dipanen pada bulan Mei ketika harga cabai mulai merosot.
Volume buah cabai hasil penanaman pada musim penghujan, relatif lebih kecil dibanding dengan penanaman pada musim kemarau. Namun bobotnya justru lebih tinggi. Sebab kadar air buah cabai pada musim penghujan, memang lebih tinggi dibanding buah yang dihasilkan pada penanaman pada musim kemarau. Bobot yang relatif lebih tinggi ini, akan memberikan dampak keuntungan yang lebih besar bagi para petani. Kelemahannya, daya tahan buah cabai hasil penanaman musim penghujan, lebih rendah dibanding buah cabai hasil panen musim kemarau. Hingga penanganan pasca panen mulai dari pengemasan dan pengangkutan, lebih memerlukan perhatian. Yang jelas, resiko budidaya cabai pada musim penghujan memang cukup tinggi. Namun resiko itu juga diimbangi dengan harga yang umumnya lebih baik dibanding harga cabai pada musim kemarau. (Copy) RFath